Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bareskrim Polri tak menunda operasi tangkap tangan (OTT) pada calon kepala daerah yang berpotensi melakukan tindak pidana korupsi.
“Memang ada pelaporan (terkait calon kepala daerah). Misalnya yang Garut, tetapi masih ada yang lain. Tidak seperti Garut yang kita berhasil tangkap tangan (OTT). Untuk mereka yang lain, itu belum terbukti atau lepas dari operasi kita. Tetapi tetap akan kita tindaklanjuti,” kata Kasubdit I Direktorat Tipikor Bareskrim Kombes Arief Adiharsa dalam diskusi wartawan Polri di Ciawi, Bogor, Sabtu (10/3).
OTT dipayungi Satgas Anti Money Politik dan Direktorat Tipikor berada di dalamnya. Satgas ini berhasil membekuk komisioner KPU dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Garut yang diduga menerima gratifikasi dari salah satu bakal calon kepala daerah beberapa saat lalu.
Namun Arief mengakui, karena ini masuk dalam tahap pilkada, maka pelanggarannya–seperti money politics–berlaku UU Pilkada.
“Nomenklatur money politics (di masa pilkada) itu kemudian menggusur pemahaman tentang suap (yang dimaksud dalam UU Korupsi). Ada uang yang dikasih ke calon atau incumbent, tetapi tak dilaporkan, maka kena UU Pilkada,” bebernya.
Lebih lanjut dijelaskannya, kalau jumlah sumbangannya melebihi ketentuan, tetap hanya bisa dijerat UU Pilkada. Adapun penegakan hukum pelanggaran dilakukan Sentra Gakkumdu. Polri juga berada di dalam Sentra Gakkumdu bersama Kejaksaan dan Bawaslu.
“Memang kesepakatannya begitu dan ada waktu (kedaluwarsa) maksimal 14 hari,” tambahnya.
Polri dengan KPK dan Kejaksaan telah menandatangani kesepakatan bersama (memorandum of understanding/MoU) soal penegakan hukum di masa pilkada. Penandatanganan dilakukan di sela Rakernis Bareskrim Selasa (6/3) lalu. MoU dilakukan supaya pilkada berjalan baik, jujur, aman, dan adil. Kesepakatan bersama ini akan menjadi semacam pesan kepada peserta pilkada supaya mereka meninggalkan praktik penyimpangan termasuk politik uang.
sumber: beritasatu.com