Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II yang menjerat mantan Dirut PT Pelindo II RJ Lino.

Kelanjutan penyidikan kasus ini ditandai langkah penyidik KPK menjadwalkan memeriksa Ahli K3 Pesawat Angkat dan Angkut PT Biro Klasifikasi Indonesia (Persero), Suismono, Senin (1/7/2019).

“Yang bersangkutan (Suismono) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RJL (mantan Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino),” kata Jubir KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi.

Tak hanya Suismono, penyidik KPK juga menjadwalkan memeriksa pegawai PT Biro Klasifikasi Indonesia, Akhmad Muliaddin. Seperti halnya Suismono, pemeriksaan terhadap Akhmad Muliaddin juga dibutuhkan penyidik untuk melengkapi berkas penyidikan RJ Lino.

Diberitakan KPK menyangka Lino telah melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirut PT Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukan langsung perusahaan asal Tiongkok, HDHM sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.

KPK sudah menetapkan RJ Lino sejak akhir 2015 lalu, namun penanganan kasus ini seolah jalan di tempat. Bahkan, KPK belum juga menahan RJ Lino. RJ Lino yang kini menjabat sebagai Komisaris PT JICT terakhir diperiksa penyidik pada 5 Februari 2016 lalu.

Ketua KPK, Agus Rahardjo mengungkap kendala yang dihadapi pihaknya dalam menuntaskan penyidikan kasus ini. Salah satunya Mutual Legal Assistance (MLA) yang diajukan KPK tiga tahun lalu tak juga direspons oleh otoritas Tiongkok. MLA dengan otoritas Tiongkok ini diperlukan KPK untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat korupsi yang diduga dilakukan Lino.

“Sebetulnya masalahnya perhitungan kerugian negara, kita mengalami hambatan, MLA sudah dikeluarkan lebih dari tiga tahun lalu tidak direspons oleh pemerintah China,” kata Agus di sela-sela Buka Puasa Bersama awak media di Gedung KPK, Jakarta, 25 Mei 2019.

Diketahui, MLA dengan otoritas Tiongkok diperlukan untuk mendapat data harga unit QCC lantaran produsennya merupakan perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM). Lantaran tak mendapat respons positif dari otoritas Tiongkok, KPK menempuh jalan lain untuk menghitung kerugian keuangan negara.

Salah satunya dengan meminta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Agus berharap, dengan bantuan BPK, kasus ini dapat segera dituntaskan.

sumber : beritasatu.com