PT Offistarindo Adhiprima yang merupakan perusahaan pemenang tender pengadaan alat uninterruptible power supply (UPS) dalam APBD tahun 2014 ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Hal ini lantaran dana sebesar Rp 61 Miliar tengah mengalir ke Perusahaan tersebut.

“Alasan kenapa perusahaan ditersangkakan karena, dari sejumlah Rp 130 miliar itu, Rp 61 miliar di antaranya masuk ke perusahaan, masuk ke aset perusahaan. Sehingga untuk menarik kerugian negara, perlu menjadikan perusahaan sebagai tersangka,” ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di gedung Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2017).

Pada saat ini, berkas perkara telah berstatus P-21 atau telah diterima kejaksaan yang kemudian akan diteruskan ke Pengadilan.

Martinus juga mengatakan, penetapan perusahaan dalam kasus korupsi sebagai tersangka merupakan pertama kalinya dilakukan oleh penyidik Bareskrim Polri sejak UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ada dan selama Kepolisian menangani kasus korupsi.

“Tersangka dalam hal ini subjek hukumnya korporasi baru pertama kali dilakukan oleh penyidik Bareskrim Polri. Ini satu-satunya penyidikan tindak pidana korupsi yang mentersangkakan korporasinya. Belum ada satu pun tersangka korporasi yang pernah disidik,” katanya.

Terkait hukumannya, ia menambahkan hukuman tersebut bisa berupa denda, penyitaan hingga pembekuan aset perusahaan.

“Sehingga nanti ada tiga putusan pengadilan, yaitu denda, aset disita, dan pembekuan aset. Kalau denda ya tanggung renteng. Kalau tidak bisa, ya diambil aset-aset perusahaan untuk negara,” tegasnya.

Kombes Indarto selaku Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri mengatakan, tujuan dari penetapan tersangka yang merupakan perusahaan tersebut dilakukan untuk pemulihan atau pengembalian kerugian negara (asset recovery).

Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima, Harry Lo dinilai telah mengambil keuntungan dari perbuatan tindak pidana yang dilakukannya di perusahaan tersebut.

“Kita melihat korporasi mengambil manfaat atas perbuatan koruptif. Maka, dalam rangka asset recovery, kita tetapkan perusahaan sebagai tersangka. Agar uang yang masuk ke korporasi dapat diambil lagi oleh negara,” kata Indarto.

Oleh karena itu, dalam rangka asset recovery, akan dilakukan penelusuran terhadap semua aset jajaran petinggi hingga aset milik perusahaan ini sendiri.

“Yang akan kita lakukan men-tracing semua aset perusahaan plus aset pengurusnya sehingga nanti, kalau hakim kasih pidana denda atau uang pengganti, nanti ada aset yang disita untuk negara,” ujarnya.

Ia juga menambahkan, “Korporasi dapat dikenai tersangka ketika perbuatan itu dilakukan para pengurusnya atau melakukannya atas nama dan untuk perusahaan, dan ada manfaat yang diambil perusahaan. Unsur itu terpenuhi. Untuk keuntungan perusahaanlah gampangnya,”

PT Offistarindo Adhiprima dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 20 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999.

Hingga saat ini, Bareskrim Polri telah menetapkan 5 orang tersangka yang terdiri dari mantan Kasudin Dikmen Jakarta Pusat Zaenal Soleman dan Kasi Sarpras Sudin Dikmen Jakarta Barat Alex Usman dimana keduanya merupakan pejabat pembuat komitmen dalam tender pengadaan UPS.

Selain itu juga 2 orang mantan anggota DPRD DKI Jakarta yang berperan dalam mengegolkan anggaran untuk UPS, yakni Fahmi Zulfikar dan Muhammad Firmansyah.

Dan untuk yang terakhir ialah Direktur Utama PT Offistarindo Adhiprima, Harry Lo, selaku pemenang tender UPS.

Terhadap kelima tersangka tersebut, kini telah mencapai tahap vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta

sumber:detik.com dengan sedikit perubahan