Utang Pemerintah Republik Indonesia naik lagi. Di akhir April 2017 ini, total keseluruhan utang pemerintah pusat sudah mencapai Rp 3.667,41 triliun. Jika dibandingkan pada bulan Maret 2017, utang yang ada baru mencapai sebesar Rp 3.649,75 triliun. Ini berarti kenaikan hutang berkisar +/- 17 triliun.

Berikut adalah perkembangan utang Pemerintah Pusat dan Rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari tahun 2000:

  • 2000 = Rp 1.234,28 triliun (89%)
  • 2001 = Rp 1.273,18 triliun (77%)
  • 2002 = Rp 1.225,15 triliun (67%)
  • 2003 = Rp 1.232,5 triliun (61%)
  • 2004 = Rp 1.299,5 triliun (57%)
  • 2005 = Rp 1.313,5 triliun (47%)
  • 2006 = Rp 1.302,16 triliun (39%)
  • 2007 = Rp 1.389,41 triliun (35%)
  • 2008 = Rp 1.636,74 triliun (33%)
  • 2009 = Rp 1.590,66 triliun (28%)
  • 2010 = Rp 1.676,15 triliun (26%)
  • 2011 = Rp 1.803,49 triliun (25%)
  • 2012 = Rp 1.975,42 triliun (27,3%)
  • 2013 = Rp 2.371,39 triliun (28,7%)
  • 2014 = Rp 2.604,93 triliun (25,9%)
  • 2015 = Rp 3.098,64 triliun (26,8%)
  • 2016 = Rp 3.466,96 triliun (27,9%)

Arif Budiman selaku Chef Economist PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk mengatakan, naiknya utang pemerintah adalah hal yang wajar saat ini. Sebab, pada era pemerintahan Jokowi, Pemerintah gencar dalam melakukan pembangunan infrastruktur, meski ruang fiskal yang ada masih sangat terbatas.

“Kita sekarang fokus bangun infrastruktur & sebagian itu dibiayai pemerintah saat ini. Kita punya ruang fiskal yang terbatas, maka kemudian kita mencarinya dengan mekanisme pembiayaan / mencari utang. Itu memang berpengaruh pada kenaikan jumlah utang kita,” kata Arif sebagaimana dikutip dari detikFinance saat ditemui di Gedung BRI I, Jakarta 30 Juni 2017.

Menurut pria yang saat ini juga menjabat sebagat Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), naiknya utang pemerintah saat ini bukan masalah. Asalkan kenaikan tersebut diimbangi dengan suatu kegiatan yang produktif dan punya sifat jangka panjang. Karena dengan demikian, utang yang ada mampu memberikan berbagai manfaat dalam mengerakan sektor riil.

Ia juga menilai, antara rasio utang Indonesia terhadap PDB masih dalam keadaan sejalan. Maksudnya, meski utang pemerintah yang timbul mengalami kenaikan, pertumbuhan ekonominya juga mengalami kenaikan. Sehingga dapat disimpulkan ada hal yang timbul dari utang yang ada tersebut.

“Artinya memang utang itu untuk kegiatan produktif. Kecuali kita utang, tapi ekonomi kita tidak tumbuh, lapangan pekerjaan tidak tercipta, stagnan. Tapi kan kita utang tapi ada growth (pertumbuhan ekonomi). Lapangan kerja terbuka dengan bukti jumlah pengangguran menurun. Infrastruktur hasilnya ada.”

Agar Pemerintah memiliki kemampuan untuk mengembalikan utang yang ada, tentu saja utang tersebut harus digunakan dalam rangka kegiatan yang produktif. Jangan sampai penggunaan utang yang ada tersebut malah disalahgunakan.

“Yang penting proyek-proyek yang dibiayai utang-utang itu jangan sampai dikorupsi,” katanya.