Serangkaian tindakan pembekuan sementara aset tersangka tindak pidana korupsi dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk mencegah pentransferan, pengubahan bentuk, penukaran, penempatan, pembagian, perpindahan, pengalihan atau pergerakan. Kegiatan pemblokiran dilakukan untuk mencegah aset tersebut dialihkan kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu yang tujuannya adalah untuk kepentingan pemulihan kerugian Negara sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

LANDASAN HUKUM PEMBLOKIRAN ASET

  • Pasal 10, UU Nomor : 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP);
  • Pasal 1 angka 1 dan 2, pasal 7 ayat (1) huruf j, UU Nomor : 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
  • Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2), Pasal 29 ayat (4), UU Nomor : 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

ASET YANG DAPAT DIBEKUKAN

  • Aset yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari tindak pidana termasuk yang telah dihibahkan atau di konversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain atau Korporasi, baik berupa modal, pendapatan, maupun keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut;
  • Aset yang diduga kuat digunakan atau telah digunakan untuk melakukan tindak pidana
  • Aset lainnya yang sah sebagai pengganti Aset Tindak Pidana
  • Aset yang merupakan barang temuan yang diduga berasal dari tindak pidana
  • Aset yang bernilai paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

PENYELAMATAN ASET OLEH DITTIPIDKOR BARESKRIM

Data hasil  pemulihan kerugian Negara yang ditangani Polri khususnya oleh penyidik tindak pidana korupsi

DERETAN KASUS PEMBEKUAN ASET TERBESAR