Jakarta – Kasus dugaan korupsi gratifikasi terkait penghapusan red notice dengan tersangka Djoko Soegiarto Tjandra (DST) memasuki babak baru setelah Kejaksaan Agung melalui tim jaksa penuntut umum (JPU) di Direktorat Penuntutan pada JAM Pidsus menyatakan telah menyatakan berkas lengkap atau P21 baik formil maupun materil. Selain Djoko Tjandra, tersangka lainnya adalah Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetijo Utomo dan Tommy Sumardi.

Guru besar hukum dari Universitas Indonesia Prof Indriyanto Seno Adji menyatakan dengan segera disidangkannya perkara tersebut, para tersangka dapat mengungkap secara terbuka dan transparan di depan pengadilan. Sinergi penegakan hukum antara Kejagung dan Polri diharapkan mampu mengungkap kasus Djoko Tjandra secara transparan dan profesional.

“Dengan P21 berkas, kasus Djoko Tjandra segera disidangkan yang dilakukan secara terbuka dan transparan, jadi Djoko Tjandra diberikan pula kebebasan untuk mengungkapkan kasusnya luas,” kata Indriyanto, Senin (12/10/2020).

Selain ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri, Djoko Tjandra juga turut tersandung kasus di Kejaksaan Agung. Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung, ia diduga berperan sebagai pemberi suap. Sehingga muncul wacana penggabungan surat dakwaan untuk tersangka Djoko Tjandra.

“Bentuk perbuatan berlainan walaupun sama mengenai delik suapnya. Misalnya saja Kepolisian menangani tentang dugaan suap untuk penghapusan Red Notice dan Surat Jalan, sedangkan Kejaksaan menangani dugaan Suap untuk Fatwa MA.” Tuturnya.

Menurut Indriyanto, berdasarkan KUHAP 141, penggabungan perkara Djoko Tjandra bisa saja dilakukan, tetapi hal itu menjadi kewenangan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan mempertimbangkan kepentingan pemeriksaan.

“Penggabungan perkara dimungkinkan menurut KUHAP (141), tetapi kebijakan penggabungan perkara ini menjadi kebijakan penuntut umum dengan melihat urgensinya pemeriksaan. Dengan telah dilakukan pelimpahan perkara Pinangki dan P-21 DT, penggabungan tidak menjadi urgensinya,” bebernya.

Selain itu, mantan Pelaksana tugas Komisioner KPK ini juga menilai, penggabungan atau tidaknya dakwaan terhadap Djoko Tjandra tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan kasus itu. Indriyanto percaya pengadilan akan tetap menggelar sidang secara terbuka dan transparan.

“Sehingga ada tidaknya penggabungan perkara, pengadilan tetap terbuka dan transparan, sehingga tidak ada halangan bagi Djoko Tjandra untuk ungkapkan kasusnya secara terbuka dan tuntas,” tuntasnya.

Sebagaimana diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana menggabungkan berkas perkara tersangka tindak pidana korupsi Djoko Tjandra dengan berkas perkara tindak pidana penghapusan red notice di Bareskrim Polri. Kejagung saat ini tengah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menyelesaikan penyesuaian berkas perkara.

“Untuk Djoko Tjandra ada penggabungan rencananya. Kita juga sekarang ini berusaha menyelesaikan penyesuaiannya dengan Bareskrim,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah, Jakarta Selatan, Selasa (6/10/2020).

Febrie menjelaskan pihaknya kini masih menganalisa berkas perkara penghapusan red notice Djoko Tjandra dari Bareskrim Polri. Dia pun mengatakan penggabungan ini sementara hanya untuk kasus Djoko Tjandra, tidak untuk tersangka lain.

 

sumber: beritasatu.com