Jakarta – Bupati Mamberamo Raya, Dorinus Dasinapa, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana COVID-19, belum ditahan Polri. Polri akan menyampaikan surat izin kepada Mendagri Tito Karnavian.

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan surat itu akan lebih dulu ditandatangani Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelum dikirimkan ke Mendagri.

“Sedang diajukan surat untuk ditandatangani Bapak Kapolri, ditujukan kepada Mendagri,” kata Komjen Agus kepada wartawan, Kamis (15/7/2021).

Saat ini Polri belum menangkap dan menahan Dorinus karena masih menunggu persetujuan Mendagri. Bila sudah ada izin dari Mendagri, Dorinus akan langsung ditangkap dan ditahan.

Komjen Agus mengatakan saat ini peraturan tersebut masih ada. Polri akan menunggu izin dari Mendagri terlebih dahulu sebelum menangkap Dorinus.

“Setahu saya masih (ada) ya (izin untuk penangkapan),” ujarnya.

Dia menjelaskan polisi memilih menunggu izin dari Mendagri sebelum menangkap Dorinus demi kelancaran proses hukum, apalagi kalau polisi sampai menahan Dorinus.

“Apalagi kalau nanti ditahan untuk kelancaran proses hukumnya,” katanya.

Sebelumnya, Komisi II DPR RI menyoroti kasus dugaan korupsi dana Corona yang menjadikan Bupati Mamberamo Raya, Papua, berinisial DD sebagai tersangka. Luqman Hakim menegaskan bahwa penahanan DD tak perlu menunggu izin Mendagri.

“Tidak perlu (izin Mendagri). Proses hukum yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap kepala daerah terkait dugaan tindak pidana korupsi, termasuk untuk melakukan penahanan, tidak memerlukan izin dari Kementerian Dalam Negeri,” kata Luqman kepada wartawan, Selasa (29/6).

“Aturan yang mengharuskan adanya izin dari Mendagri sudah bertahun-tahun lampau dihapuskan,” imbuhnya.

Duduk Perkara Kasus

Dorinus Dasinapa sendiri menjadi tersangka korupsi dana COVID-19 sekitar Rp 3,1 miliar pada tahun anggaran 2020. Uang itu diduga digunakan Dorinus untuk mahar pilkada.

“Dari hasil gelar perkara tersebut pada tanggal 23 Juni 2021, Saudara DD ditetapkan sebagai tersangka. Setelah DD ditetapkan sebagai tersangka, penyidik menyerahkan surat penetapan kepada tersangka pada 28 Juni 2021,” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Mustofa dalam keterangannya, Selasa (29/6).

Berdasarkan hasil penyidikan kepolisian, kasus korupsi ini berawal adanya di posko pemenangan Saudara DD, MRD, dan SR pada Agustus 2019. Dari pertemuan tersebut, terjadi kesepakatan antara DD dan MRD untuk melakukan komunikasi dengan partai politik, khususnya soal mahar politik.

“Biaya komunikasi dengan partai politik sebesar Rp 2 miliar dan Saudara DD menyanggupi biaya komunikasi partai tersebut,” kata dia.

Pada Februari 2020, DD lalu memerintahkan SR selaku Kepala BPKAD Kabupaten Mamberamo Raya menyiapkan dana Rp 2 miliar perihal dana komunikasi partai. Pada Maret, DD kembali menanyakan kesiapan dana itu kepada SR, tapi dijawab belum ada dana. Pada akhir Maret, dilakukan pencarian oleh SR untuk pencegahan dan penanganan COVID-19 Kabupaten Mamberamo Raya, tapi tidak semua dana tersebut dicairkan.

Perlu diketahui, pengelolaan dana pencegahan dan penanganan COVID-19 Kabupaten Mamberamo Raya senilai Rp 23.890.790.000. Sisa dana yang disisihkan itulah yang digunakan DD untuk mahar politik dan keperluan pribadinya, semisal membeli tanah dan membangun rumah.

“Ada yang disisihkan oleh Saudara ARS selaku bendahara hibah bansos atas perintah Saudara SR. Dari beberapa pencairan dan penyisihan yang dilakukan oleh Saudara ARS, terkumpul dana Rp 3.153.100.000,” sebutnya.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana Diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 dan Pasal 3 Ayat (1) dan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1.

 

sumber: detik.com