Polisi tengah mengusut kasus dugaan korupsi bantuan dana stimulan gempa tahun 2021 di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar) yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1.004.700.000. Dua oknum ASN Pemkab Mamasa berinisial PP dan MA ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

“Muncul nilai kerugian yang ditimbulkan kepada negara. Setelah dihitung BPKP berkisar Rp 1.004.000.000 rupiah,” kata Wakapolres Mamasa Kompol Kemas Aidil Fitri saat menggelar press release di Polres Mamasa, Rabu siang (11/10/2023).

Menurut Kemas, Oknum ASN tersebut melakukan penyelewengan dana stimulan dengan meminta fee kepada masing-masing penerima bantuan. Sedikitnya ada 572 rumah warga yang terdampak gempa Mamasa 2021 silam.

“Dari pembayaran tersebut dari kedua tersangka ada penyelewengan dana dengan cara meminta fee dari setiap nama-nama yang terdaftar sebagai penerima dana stimulan baik rusak berat, sedang maupun rusak ringan,” ujarnya.

Kemas menjelaskan, polisi juga membekukan dana bantuan stimulan gempa sebesar Rp 335 juta rupiah yang dialihkan untuk 21 kepala keluarga . Hal itu dilakukan karena pengalihan dana tersebut tidak sesuai prosedur.

“Dan juga di sini ada yang sebesar 335 juta rupiah yang sempat kita bekukan adanya sisa uang dari pencarian, sehingga dialihkan, ditunjuklah 21 kepala keluarga dimana dalam proses pencairannya, direncanakan secara kolektif, dimana secara juknis itu tidak ada, kemudian diberikan secara kolektif kepada orang-orang yang telah ditunjuk,” jelasnya.

Untuk diketahui, total dana stimulan gempa bumi tahun 2021 yang dikelola oleh BPBD Mamasa sebesar Rp 9.420.000.000, bersumber dari APBN DSP BNPB T.A 2021. Pada saat itu, tersangka PP menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen, sedangkan MA bertindak sebagai bendahara pembantu.

“PP dan MA dalam proses pencarian tersebut, merekalah yang bertanggung jawab atas pencairan anggaran ini,” beber Kemas.

Selain PP dan MA, Kemas menyebut jika pihaknya menetapkan status DPO (daftar pencarian orang) terhadap satu tersangka lain inisial A yang saat itu menjabat sebagai kepala desa. “Peran beliau (A) ini juga ikut mengambil keuntungan dari masyarakat yang nama-namanya dimunculkan,” pungkasnya.

Kasat Reskrim Polres Mamasa AKP Laurensius M Wayne mengatakan, jumlah fee yang diminta kedua tersangka kepada penerima bantuan bervariasi. Kedua tersangka meminta fee kepada penerima dana bantuan stimulan gempa sebagai biaya operasional.

“Untuk nominalnya itu bervariasi, ada yang dua juta ada yang tiga juta,” bebernya. “Pada saat dilakukan penyaluran dana bantuan oleh masing-masing kepada penerima dikenakan pemotongan dengan alasan sebagai biaya operasional yang besarannya bervariasi,” sambungnya.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat polisi menggunakan UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo, Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHPidana. Keduanya terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.

 

sumber: detik.com