Banda Aceh – Polda Aceh menetapkan mantan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bener Meriah berinisial AR sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi program bantuan attractant–perangkap hama kopi. Kerugian negara dalam kasus ini Rp 16,5 miliar.

Selain menetapkan tersangka, polisi menyita barang bukti uang tunai dengan total Rp 2,3 miliar. Uang tersebut dipamerkan saat konferensi pers di gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh, Rabu (9/10/2019).

Barang bukti uang tunai ini disita dari tersangka AR selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) senilai Rp 2,25 miliar. Dari tangannya, polisi juga menyita dua bidang tanah dengan nilai diperkirakan Rp 2 miliar. Selain itu, uang disita dari tersangka T selaku PPATK senilai Rp 50 juta.

“Dalam kasus ini, kerugian negara Rp 16,5 miliar. Total pengembalian uang negara yang disita penyidik totalnya Rp 4,3 miliar,” kata Kabid Humas Polda Aceh Kombes Ery Apriono kepada wartawan.

Menurutnya, kasus ini bermula dari pengadaan program bantuan attractant--perangkap hama kopi di Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bener Meriah pada 2015. Dana yang dianggarkan untuk program ini, yaitu Rp 48 miliar, bersumber dari APBN 2015.

Pelaksana program tersebut dipercayakan kepada PT Jaya Perkasa Grup. Polisi curiga ada yang tidak beres dalam program bantuan tersebut sehingga dilakukan penyelidikan sejak 2016 lalu.

Tiga tahun berselang, polisi mengungkap adanya terjadi tindak pindana korupsi dalam kasus ini yang mengakibatkan negara merugi hingga miliar rupiah.

Dalam kasus ini, polisi menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu AR mantan Kadis Kehutanan dan Perkebunan selaku KPA, T selaku PPATK, MU selaku rekanan, serta TJ, rekanan yang menerima subkontrak.

“Korupsi yang terjadi dalam kasus ini yaitu dilakukan dengan cara mark-up harga, di mana harga satu alat yang dikeluarkan oleh distributor di mark-up harganya hingga dua kali lipat,” jelas Ery.

Sementara itu, Direskrimsus Polda Aceh Kombes T Saladin mengatakan penyidik Polda Aceh sudah memeriksa 50 saksi dalam kasus ini, di antaranya dari BPKP. Penyelidikan kasus ini dimulai pada 2016 hingga September 2018.

“Setelah itu kita lakukan penyidikan sampai sekarang,” jelas Saladin.

Menurutnya, empat orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini tidak ditahan karena bersikap kooperatif. Saladin mengungkapkan, penyidik sudah melimpahkan kasus ini ke Kejaksaan Negeri Bener Meriah.

“Kasusnya sudah tahap dua. Nanti barang bukti nanti sore akan diserahkan ke Kejari Bener Meriah,” jelas Saladin.

 

sumber: detik.com