Penyidik Subdit III Tipikor, Ditreskrimsus Polda Banten, tidak menutup kemungkinan akan menyidik kembali kasus korupsi Dana Desa yang diterima Pemerintah Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, tahun 2020 senilai Rp 988 juta. Penyidikan kasus ini akan dilakukan kembali menyusul putusan pengadilan yang menyatakan ada pihak lain yang terlibat dalam korupsi Dana Desa tersebut selain mantan Kades Lontar, Aklani.
“Kita akan gulirkan penyidikan kembali kalau itu perintah pengadilan,” ujar Kasubdit III Tipikor, Ditreskrimsus Polda Banten, AKBP Ade Papa Rihi, Senin, 12 Februari 2024. Ade mengungkapkan, penyidikan kasus tersebut masih menunggu putusan pengadilan inkrah. Sebab, jaksa telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. “Tunggu inkrah dulu,” ujar alumnus Akpol 2006 ini.
Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, membenarkan jika pihaknya telah mengajukan kasasi perkara tersebut karena perbedaan pendapat antara JPU dengan majelis hakim.
“Kami mengajukan kasasi,” ujar Rangga. Putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang yang memutus perkara tersebut telah dikuatkan Pengadilan Tinggi Banten. Menurut hakim tinggi Banten, majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang tidak salah dalam menerapkan hukum.
Menurut Rangga, JPU berkeyakinan bahwa terdakwa Aklani telah terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang menyatakan bahwa terdakwa Aklani terbukti bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999.
“Ada perbedaan pasal,” ungkap Rangga.
Rabu malam, 29 November 2023 lalu, terdakwa Aklani telah dijatuhi pidana lima tahun, denda Rp 300 juta subsider dua bulan kurungan, dan uang pengganti Rp 790 juta lebih subsider dua tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang yang diketuai Dedy Adi Saputra dalam amar putusannya mengungkapkan, terdakwa Aklani telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
“Majelis menilai ada beberapa orang yang patut dimintai pertanggungjawaban,” ujar Dedy dalam putusannya.
Dedy menyebut pihak-pihak yang patut diseret ke proses hukum tersebut adalah mantan anak buah terdakwa Aklani saat menjabat Kades Lontar. Mereka adalah Sukron yang saat itu menjabat Kaur Keuangan, Edi selaku Kaur Kegiatan Pemerintahan, Pendi selaku Kaur Kegiatan Perencanaan.
“Dan Kholid, Kaur Kegiatan Bidang Tata Usaha dan Umum,” ungkap Dedy.
Dedy menjelaskan, terdakwa Aklani dan anak buahnya tersebut telah bersalah melakukan penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan Dana Desa. Akibatnya, timbul kerugian negara Rp 988 juta lebih.
“Dari Rp 988 juta lebih kerugian negara, terdapat pengembalian kerugian negara yang dilakukan oleh saksi atas nama Mumu Muhidin sebesar Rp 198,128 juta. Pengembalian tersebut telah diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti,” katanya.
Dedy mengatakan, kerugian negara tersebut berasal dari alokasi Dana Desa tahun 2020 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Salah satunya, pekerjaan rabat beton di RT 03 dan RT 19. Juga, terdapat kegiatan yang lain yang juga tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kegiatan tersebut berupa pemberdayaan masyarakat untuk pelatihan servis handphone, bidang kesehatan tanggap darurat Covid-19 yang bersumber dari Bantuan Keuangan Provinsi Banten Rp 50 juta. “Pelatihan servis HP tidak dilaksanakan, bantuan sembako Rp 50 juta (tidak disalurkan),” ujar Dedy.
Dedy menambahkan, kasus korupsi yang menjerat terdakwa Aklani dilakukan saat dia masih menjabat sebagai Kades Lontar. “Terdakwa merupakan Kepala Desa (Kades) Lontar periode 2015 hingga 2021,” tutur Dedy.
sumber: radarbanten.co.id