Tim penyelidik Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Maluku kembali melakukan pemeriksaan terhadap mantan Bupati Maluku Tenggara (Malra), Muhamad Taher Hanubun terkait dugaan dugaan korupsi pengelolaan dana Covid-19 Kabupaten setempat tahun 2020, Kamis (20/6/2024).

Menggunakan kemejah putih lengan pendek, Hanubun tiba di markas penyelidik yang berada di kawasan Batu Mejah, Sirimau Ambon tepat pukul 09.30 WIT.  Hanubun didampingi dua pengacaranya,Yani Hakim dan Yuni Saban.

Setelah tiba, mantan orang nomor 1 di Kabupaten Malra ini langsung di arahkan ke Subdit III Tipikor untuk menjalani pemeriksaan.

Pemeriksaan berlangsung hingga pukul 12.30 Wit, Hanubun terlihat keluar didampingi dua pengacaranya untuk melaksanakan Sholat Djuhur dan makan siang.

Hanubun yang dicegat awak media menolak memberikan keterangan lantaran akan melakukan sholat.

“Nanti ya, saya mau Sholat,”ucap Hanubun sembari bejalan menuju Masjid Almabrur yang terletak di Area Markas Ditreskrimsus.

Kurang lebih satu jam didalam Masjid, Hanubun terlihat keluar sekitar 13.30 WIT.

Lagi-lagi, upaya awak media untuk mewawancarai Hanubun gagal.

Dirinya menolak berkomentar, dan meminta wartawan konfirm langsung ke pihak penyidik.

“Langsung saja ke Polisi,”singkatnya sambil berjalan masuk ke ruang pemeriksaan.

Diketahui, Tim penyelidik menemukan sejumlah fakta menguatkan dugaan tindak pidana korupsi dan indikasi kerugian negara pengelolaan anggaran Covid-19 tahun 2020 di Pemerintah Kabupaten Malra yang dipimpin M. Thaher Hanubun, Bupati Malra saat itu.

Penggunaan anggaran pada Dinas Kesehatan ditemukan belanja yang janggal, duplikasi pertanggung jawaban oleh bidang keuangan Pemkab Malra sebesar Rp 3 miliar lebih. Berikut, program atau kegiatan rutin tidak dijalankan, walaupun anggaran telah dicairkan. Lalu, pembayaran Jamkesda dan BPJS bagi warga miskin terindikasi fiktif.

Demikian juga penggunaan anggaran pada Dinas Sosial. Tahun anggaran 2020, Dinas Sosial Malra kecipratan anggaran corona sebesar Rp 76 miliar lebih. Anggaran itu dikucurkan Kementerian Sosial senilai Rp 71 miliar dan APBD Provinsi Maluku Rp 1,4 miliar dan APBD Malra Rp 3,9 miliar.

Anggaran yang diperoleh digunakan diantaranya untuk jaring pengaman sosial, meliputi penanganan kesehatan, pengamanan dampak ekonomi akibat wabah Covid-19. Sedangkan kucuran fulus dari Kementerian Sosial digunakan untuk bantuan sosial berupa Program Keluarga Harapan (PKH) dan BPNT.

Bantuan PKH bertujuan untuk mendukung perekonomian keluarga miskin. Sementara BPNT adalah program bansos pemerintah yang disalurkan secara non tunai kepada keluarga penerima manfaat.

Lalu, Bantuan Sosial Tunai (BST). Bantuan berupa uang yang diberikan kepada keluarga miskin, tidak mampu, dan/atau rentan yang terkena dampak wabah Covid-19. Besaran BST senilai Rp 600.000 per keluarga yang diberikan setiap bulan.

Beragam praktik korupsi ditemukan saat pelaksanaan program tidak sesuai realisasi anggaran. Hal itu tertuang dalam peraturan daerah tentang pertanggung jawaban APBD dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) tahun 2020 yang disampaikan oleh pemerintah daerah kepada DPRD Malra pada 2021. Perda dan LKPJ Pemda Malra ditemukan selisih realisasi anggaran sebesar Rp 15 miliar.

 

sumber: rri.co.id