Jakarta – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat mengeksekusi mantan Lurah Tanjung Duren Utara, Ambari, ke Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Salemba, Jakarta Pusat, hari ini. Ambari merupakan terpidana kasus korupsi lahan yang merugikan negara senilai Rp 1,4 miliar.
“Kami antarkan langsung Ambari ke dalam sel,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Bayu A Arianto, dalam keterangan pers tertulis, Kamis (2/4/2020).
Bayu menyebut kasus Ambari bermula saat ia masih menjabat Lurah Tanjung Duren Utara, Jakarta Barat. Kala itu, Ambari mendapat mandat untuk menjadi panitia di Kantor Pertanahan Kota Jakarta barat.
“Tugas itu sesuai dengan Surat Tugas Kepala Kantor Pertanahan Kota Jakarta Barat Nomor: 644/03/IV/HAT/1.711.5/2004 pada 28 April 2004,” kata Bayu.
Dalam prosesnya, kata Bayu, Ambari menyalahgunakan kewenangannya terhadap saudara Suzy Nataraharja yang hendak mengajukan permohonan lahan penyempurnaan hijau tanam (PHT). Bayu menyebut Ambari dan rekan sejawatnya tak menjalankan tugas dengan baik.
“Ambari malah menyalahgunakan kewenangannya. Ketika itu ada seorang pemohon bernama Suzy Nataraharja yang mengajukan permohonan hak terhadap lahan milik pertamanan Provinsi DKI Jakarta yang peruntukannya sebagai lahan PHT di Jalan Tanjung Duren Utara, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat,” katanya.
“Akan tetapi Ambari beserta rekan anggota Panitia A lainnya tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan tetap di proses,” tambahnya.
Bayu menjelaskan, saat itu terbit hak guna bangunan (HGB) selama 20 tahun yang menyebabkan kerugian negara karena hilangnya aset yang akan dijadikan PHT.
“Sehingga terbitlah hak guna bangunan (HGB) selama 20 tahun atas nama Suzy Nataraharja. Dengan terbitnya HGB tersebut, maka negara menjadi kehilangan aset yang akan dijadikan PHT,” katanya.
Bayu membeberkan pihaknya telah menyelidiki kasus dugaan korupsi terhadap eks Lurah Tanjung Duren ini sejak 2009. Saat itu, tim pidana khusus Kejari Jakarta Barat langsung menetapkan Ambari sebagai tersangka berikut rekan sejawatnya yang turut andil dalam PHT tersebut.
“Tim pidana khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Barat menetapkan Ambari bersama rekan-rekannya sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi hilangnya tanah negara PHT (penyempurnaan hijau tanam). Mereka adalah Suparno, Kalvin Andar Sembiring, Endang Poniman, dan Suroso,” jelasnya.
Perjalanan ini terus berlanjut sampai persidangan, dan pada 18 November 2010 Ambari dan rekannya Kalvin divonis bebas. Sedangkan tiga rekan lainnya divonis kurungan selama 1-2 tahun penjara.
“Pada 18 November 2010, Ambari divonis bebas oleh majelis hakim negeri Jakarta Barat berdasarkan surat putusan Nomor 210/PID.B/2010/PN.JKT.BRT. Sedangkan rekan Ambari, yakni Endang Poniman, divonis 2 tahun, Suroso 1 tahun 6 bulan, dan Suparno 1 tahun, sedangkan Kalvin Andar Sembiring divonis bebas,” katanya.
Tak pelak di situ, jaksa Kejari Jakarta Barat langsung menyatakan kasasi sehingga pada 16 November 2015 Mahkamah Agung (MA) menyatakan Ambari dihukum 4 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Jakarta Barat Reopan Saragih mengatakan salinan putusan MA terhadap kasus Ambari baru diterimanya sehingga eksekusi terhadap Ambari baru bisa dilaksanakan hari ini.
“Baru bisa mengeksekusi Ambari karena baru mendapatkan salinan putusan Mahkamah Agung. Sedangkan terdakwa lainnya masih menunggu putusan hakim,” ujarnya.
Reopan menyebut eksekusi terhadap Ambari memang dilakukan di tengah pandemi Corona. Namun, Reopan mengklaim hal ini sebagai bentuk upaya penegakan hukum.
“Dibawanya Ambari ke dalam penjara ini dilakukan di tengah adanya pandemi virus COVID-19 atau Corona. Tim eksekutor dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat tetap melaksanakan tugasnya sebagai upaya penegakan hukum,” pungkasnya.
sumber: detik.com