Kasus dugaan korupsi bantuan stimulan perbaikan rumah korban gempa di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar), telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Sebelumnya, gempa 6,2 SR mengguncang wilayah Sulawesi Barat (Sulbar) pada 15 Januari 2021 lalu, mengakibatkan ratusan rumah warga di Mamasa mengalami kerusakan.

Di Kabupaten Mamasa ada dua kecamatan terdampak gempa, yakni Kecamatan Aralle dan Kecamatan Tabulahan.

Dari data yang dihimpun, 574 rumah mengalmi kerusakan akibat gempa.

Kerusakan itu diklasifikasikan menjadi rusak ringan, sedang dan rusak berat.

Adapun rusak ringan berjumlah 422 unit, rusak sedang 96 unit dan rusak berat 56 unit.

Setelah melalui verifikasi di lapangan, terdapat perubahan data.

Yakni rusak ringan sebanyak 442 unit, rusak sedang 108 unit dan rusak berat 46 unit.

Untuk menanggulangi dampak bencana itu, pemerintah mengalokasikan anggaran melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Secara keseluruhan, warga terdampak gempa di Mamasa mendapat anggaran sebesar Rp. 9,4 Milliar

Anggaran tersebut dialokasikan kepada tiga kluster, yaitu rusak ringan, sedang dan rusak berat.

Masing-masing penerima kluster rusak ringan mendapat Rp 10 juta, sedang Rp 25 juta dan tusk berat Rp 50 juta.

Namun, dana stimulan tersebut mendapat pemotongan hingga 10 persen oleh pihak penyalur.

Terhadap dugaan pungutan liar itu, Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Mamasa, tengah memeriksa sejumlah saksi.

Penyidik telah memeriksa sebanyak 30 saksi, baik pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) selaku pejabat pengguna keuangan (PPK), maupun pihak penerima.

Hal tersebut diungkap Kasat Reskrim Polres Mamasa, Iptu Hamring, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (9/1/2023) pagi tadi.

Dia menjelaskan, saat ini kasus dugaan gratifikasi bantuan stimulan gempa itu telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

“Kita sudah tingkatkan ke tahap penyidikan. Kasus ini masih berproses,” jelas Hamring.

Hamring lanjut menjelaskan, dalam waktu dekat pihaknya akan berkoordinasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulbar, untuk melakukan penghitungan teknis.

“Kita akan mengundang BPKP sebagai saksi ahli untuk melakukan perhitungan kerugian negara,” lanjutnya.

Kendati begitu, berdasarkan hasil penyidikan, kasus ini diindikasikan merugikan negara kurang lebih sebesar Rp 900 juta.

Meski begitu, pihak penyidik belum menetukan siapa tersangka pada kasus dugaan gratifikasi itu.

“Kita masih dalami betul siapa tersangkanya. Siapa yang jadi tersangka, nanti setelah ada hasil penyidikan,” bebernya.

“Yang jelas pihak terlapor masih koperatif, semua yang berkaitan dengan kasus ini sudah kita periksa,” pungkasnya.

 

sumber: tribun.sulbar.com