Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri menggeledah kantor Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kementerian ESDM membenarkan adanya kegiatan itu.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi. Agus memastikan pihaknya akan mendukung segala upaya Polri dalam melakukan penegakan hukum.

“Kami terus mendukung kepolisian dan APH (aparat penegak hukum) lainnya dalam penegakan hukum di sektor ESDM,” ujar Agus saat dimintai konfirmasi, Kamis (4/7/2023).

“Kebetulan hari ini tim dari Bareskrim datang ke Kementerian ESDM guna memperoleh data atau informasi untuk melengkapi data yang sudah ada untuk kepentingan penyidikan, dan berlangsung kondusif dan lancar,” sambungnya.

Agus enggan membeberkan lebih jauh mengenai substansi penggeledahan yang dilakukan hari ini. Dia menyebut perihal itu bukan kewenangannya.

“Informasi selanjutnya terkait substansi bukan menjadi kewenangan kami dan dapat ditanyakan langsung kepada pihak kepolisian,” pungkas dia.

Bareskrim Geledah Ditjen EBTKE

Sebelumnya, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa menyebut pihaknya tengah menggeledah kantor Ditjen EBTKE Kementerian ESDM di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, hari ini. Namun belum disebutkan apa saja yang ditemukan dan barang bukti yang disita.

Arief juga belum merinci detail duduk perkara kasus tersebut. Dia hanya mengungkap pada pokoknya pengusutan kasus terkait dengan penyimpangan yang diduga merupakan tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan dan pelaksanaan proyek penerang jalan umum tenaga surya tahun 2020 di Ditjen EBTKE Kementerian ESDM.

Diketahui, proyek PJUTS merupakan program pemerintah yang dioperatori oleh Kementerian ESDM melalui Ditjen EBTKE. Adapun sumbernya dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Proyek nasional ini tersebar di banyak titik seluruh Indonesia. Namun belum disebutkan sebaran wilayah-wilayahnya. Hanya, pembagian wilayahnya disebut terdapat di barat, tengah, dan timur.

“Status (kasusnya) saat ini sudah penyidikan adalah yang di wilayah tengah,” pungkas Arief.

Lebih jauh dia mengungkap untuk nilai kontrak proyek itu di wilayah Indonesia tengah mencapai ratusan miliar rupiah. Adapun taksiran kerugian negaranya mencapai Rp 64 miliar.

“Untuk nilai kontrak wilayah tengah saja sekitar Rp 108 miliar. Dugaan sementara nilai kerugian sekitar Rp 64 miliar, saat masih dalam proses perhitungan oleh ahli,” pungkas Arief.

 

sumber: detik.com